Mengenai Saya

Foto saya
Baik hati,apa adanya,rajin menabung buat masa depan nantinya.

Rabu, 07 Juli 2010

Herpes zoster

Penyebab:
Virus, nama virusnya adalah varisela-zoster, masih satu keluarga dengan virus varisela (penyebab penyakit cacar air).
Bedanya, bila cacar air menyerang kulit seluruh tubuh sedangkan virus varisela-zoster menyebabkan penyakit herpes zoster yang meyerang sebagian tubuh.
Maksud sebagian tubuh adalah bagian tertentu dari tubuh kita dan hanya menyerang satu sisi, kanan atau kiri.
Misalnya terkena daerah kepala, maka akan timbul seperti gambar tetapi letaknya di kepala, mulai ujung rambut sampai ujung dagu, kadang juga leher. Bukan hanya kulitnya lho, tetapi termasuk telinga,hidung, mulut dan mata. Wah, nyerinya bukan main, bisa nagis saking nyerinya.
Bila terkena bagian bokong, otomatis alat kelamin juga kena, bagian kiri atau kanan, terserah penyakitnya suka yang mana. Bagian ini juga nyeri teramat sangat, karena sarafnya peka terhadap nyeri seperti daerah kepala.
Mengapa hanya mengenai salah satu sisi bagian badan, hanya kiri atau kanan saja ?
Di atas sudah disinggung bahwa yang diserang adalah saraf kulit. Saraf-saraf tersebut terbentuk secara melingkar dari induk saraf di dalam tulang belakang (medulla spinalis) dan kepala menyusuri bagian tubuh kanan dan kiri. Ujung-ujungnya ada di bagian depan depan tubuh kita dan tidak bersambung satu dengan lainnya.
Mengapa hanya menyerang satu sisi saja (unilateral ), koq tidak sekalian saja menyerang dua sisi kanan dan kiri (bilateral) ?
Nah, yang ini belum diketahui.
Ada kepercayaan, bila menyerang dua sisi atau bila sampai bercak-bercak tersebut menyambung antara kiri dan kanan atau sebaliknya, dikatakan bahaya atau bisa mati.
Penjelasan:
Jelas tidak akan nyambung, wong ujung saraf antara kanan dan kiri tidak nyambung.
Gejala:
Mula-mula penderita mengalami demam atau panas, disertai nyeri di bagian tubuh yang nantinya timbul bercak.
Beberapa hari kemudian ( setiap orang tidak sama), muncul bercak kemerahan di bagian tubuh yang neri tadi. makin hari menyebar dan membesar sampai sebesar biji jagung. ( lihat gambar saja, daripada membayangkan )
Makin lama, mengelupas (bahasa jawa: mlonyoh) dan tetap nyeri.
Setelah kering (ada yang seminggu, ada pula 2 atau 3 minggu) dan sembuh, kadang masih menyisakan nyeri. Sisa-sisa nteri adakalanya masih muncul bertahun-tahun kemudian. Keadaan ini disebut nyeri post herpetic.
Pengobatan:
Hingga kini belum ada obat spesifik. Pemakaian anti virus yang oleh beberapa ahli dikatakan bisa menghilangkan nyeri post herpetic ternyata masih memerlukan penelitian.
Pengobatan lebih diarahkan untuk mengurangi gejala, misalnya pemberian antinyeri atau penurun panas atau obat untuk mengurangi rasa gatal pada periode masa penyembuhan.
Obat antivirus sendiri masih kontroversial, artinya belum dapat dibuktikan bahwa pemakaiannya benar-benar bisa menyembuhkan.
Antibiotika diberikan bila ada infeksi sekunder, misalnya kulit jadi bernanah atau terkelupas (mlonyoh).
inga inga obatnya: BUKAN DISEMBUR, bukan, bukan, bukaaannnn.
Masa penyembuhan.
Setiap orang tidak sama, tergantung daya tahan tubuhnya. Ada yang sembuh hanya seminggu, adapula hingga 3 minggu.
Makanan.
Makanan bebas, tidak ada pantangan lho ya.
Mau makan soto, sate, gule, semur, nasi goreng, bakso, gado-gado, pecel, pangsit, koloke, cap jai, semua boleh, asalkan bayar bila makan di rumah makan.

Minggu, 04 Juli 2010

Asuhan Keperawatan pada penyakit gastritis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GASTRITIS

I. Konsep Dasar Teori
A. Definisi

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer Arif, 1999, hal: 492)

Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal: 181).

Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal: 138).

Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal: 101). Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart, 2000, hal: 188).

B. Etiologi
Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin; bahan kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat; refluk usus lambung (Inayah, 2004, hal: 58).

Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan obat anti inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492).

C. Gambaran Klinis
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesa lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Pasien dengan gastritis juga disertai dengan pusing, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada abdomen (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492-493).

D. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.

Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.

2. Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan (Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999: 162).

E. Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi:
1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain (Soeparman, 1999, hal 96).

Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan:
a. Gastritis akut
- Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
- Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi dianjurkan.
- Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
- Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastromfestinal
- Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
- Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
- Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.
b. Gastritis kronis
- Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
- Mengurangi stress
- H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).

F. Komplikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas.
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsivitamin (Mansjoer, Arief 1999, hal: 493).

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untukperdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera.
2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-Ellison.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes, 1999, hal: 456).


II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Fokus Pengkajian

1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)

2. Sirkulasi
Gejala : - hipotensi (termasuk postural)
- takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
- kelemahan / nadi perifer lemah
- pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)
- warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
- kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)

3. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.

4. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka peptik / gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi
Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida).
Haluaran urine : menurun, pekat.

5. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan : cegukan
Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah
Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah.
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).

6. Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).

7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak
dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.

8. Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda : peningkatan suhu, Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi portal)

9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).


b. Diagnosa Keperawan
Menurut Doengoes (1999: 458-466) pada pasien gastritis ditemukan diagnosa keperawatan:

1. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan perdarahan, mual, muntah dan anoreksia.

Intervensi
- Catat karakteristik muntah dan / atau drainase
Rasional : membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut.

- Awasi tanda vital
Rasional: perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan perkiraan kasar kehilangan darah (misal: TD <> 110 diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml).

- Awasi masukan dan haluaran dihubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan melalui muntah, penghisapan gaster / lavase, dan defekasi.
Rasional: memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

- Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional: aktivitas / muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.

- Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida
Rasional: mencegah refleks gaster pada aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru serius.

* Kolaborasi
- Berikan cairan / darah sesuai indikasi
Rasional: penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut atau kronis)

- Berikan obat sesuai indikasi:
Ranitidin (zantac), nizatidin (acid).
Rasional: penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam gaster.
Antasida (misal: Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan)
Rasional: dapat digunakan untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5 atau lebih tinggi untuk menurunkan risiko perdarahan ulang.
Antiemetik (misal: metoklopramid / reglan, proklorperazine / campazine)
Rasional: menghilangkan mual dan mencegah muntah.


2. Risiko tinggi kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia

Intervensi
- Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing / sakit kepala
Rasional: perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arteria.

- Selidiki keluhan nyeri dada
Rasional: dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.

- Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.
Rasional: vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan / atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.

- Catat haluaran dan berat jenis urine
Rasional: penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia / gagal ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urine.

- Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu
Rasional: nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karena efek bufer darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia sehubungan dengan terapi vasokinstriksi.

- Observasi kulit untuk pucat, kemerahan, pijat dengan minyak. Ubah posisi dengan sering
Rasional: gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit.

* Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.

- Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional: mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi


3. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.

Intervensi
- Awasi respons fisiologi misal: takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.
Rasional: dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik / status syok.

- Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional: membuat hubungan terapeutik.

- Berikan informasi akurat
Rasional: melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.

- Berikan lingkungan tenang untuk istirahat
Rasional: memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping.

- Dorong orang terekat tinggal dengan pasien
Rasional: membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.

- Tunjukkan teknik relaksasi
Rasional: belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.


4. Nyeri (akut / kronis) berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, iritasi lambung.

Intervensi
- Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
Rasional: nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya, dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.

- Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
Rasional: membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

- Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien
Rasional: makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.

- Bantu latihan rentang gerak aktif / pasif
Rasional: menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan.

- Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan, misal: pijatan punggung, perubahan posisi
Rasional: nafas bau karena tertahannya sekret mulut menimbulkan tak nafsu makan dan dapat meningkatkan mual.

* Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi, misal:
Antasida
Rasional: menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia.
Antikolinergik (misal : belladonna, atropin)
Rasional: diberikan pada waktu tidur untuk menurunkan motilitas gaster, menekan produksi asam, memperlambat pengosongan gaster, dan menghilangkan nyeri nokturnal.

Penyebab kanker serviks (leher rahim)

Penyebab kanker serviks (leher rahim)

Serviks adalah bagian bawah rahim yang berhubungan langsung dengan vagina. Kanker serviks disebabkan oleh virus Human Papilloma Virus (HPV. Sebagai salah satu organ reproduksi, letak leher rahim memang paling terekspos dengan dunia luar. Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor (faktor yang menyertai) terjadinya kanker serviks, antara lain multiparitas, merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit hubungan seksual, dan faktor nutrisi. Saat ini di negara maju, kanker serviks sudah mengalami penurunan berkat program deteksi dini melalui pap smear. Metode itu berhasil menurunkan tingkat kematian hingga 50%.

Mengapa vaksinasi?

Selama ini dalam dunia medis, vaksinasi dianggap cara yang paling efektif untuk mencegah inkubasi virus di dalam tubuh manusia, termasuk human papilloma virus (HPV), virus penyebab kanker serviks (leher rahim). Sama seperti imunisasi yang selama ini dikenal. Di dalam tubuh vaksinasi yang diberikan melalui suntikan ini akan membentuk sistem kekebalan tubuh dan pertahanan terhadap masuknya virus HPV ke dalam leher rahim. Dengan demikian, virus HPV tidak akan bisa masuk apalagi tumbuh dan membesar di dalam tubuh

Kapan tepat dilakukan?

Imunisasi HPV akan diberikan pada perempuan usia 12-14 tahun, melalui suntikan sebanyak tiga kali berturut-turut di bagian lengan setiap dua bulan sekali dan dilakukan pengulangan satu kali lagi pada sepuluh tahun kemudian. Kemudahan dalam hal pemberian vaksin dan tingginya angka keberhasilan menjadi keunggulan pencegahan metode ini.

Sayangnya, pencegahan melalui vaksinasi ini memiliki kelemahan dari segi biaya karena relatif mahal. Hal ini disebabkan karena teknologi rekombinan yang digunakan untuk memroduksi vaksin adalah teknologi biologi molekuler yang masih sangat mahal. Vaksin HPV dapat bekerja secara efektif di dalam tubuh perempuan di semua umur, namun dengan catatan perempuan tersebut belum pernah terekspos atau terinfeksi oleh HPV.

Di Amerika sendiri misalnya, satu kali suntikan biayanya mencapai US$100 (hampir Rp1 juta).

Read more: http://doktersehat.com/2009/12/03/imunisasi-hpv-untuk-mencegah-kanker-leher-rahim/#ixzz0stNOB0oF

Parasitologi

PENDAHULUAN
Entomologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang vektor , kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh artopoda. Entomon artinya serangga dan logos artinya ilmu.
Artopoda mempunyai 4 tanda morfologi yang jelas, yaitu badan beruas-ruas, umbai-umbai beruas-ruas, mempunyai eksoskalet dan bentuk badan simetris bilateral. Sebelah luar badan serangga dilapisi oleh kitin yang pada bagian tertentu mengeras dan membentuk eksoskelet yang berfungsi sebagai penguat tubuh, pelindung alat dalam, tampak melekat otot, pengatur penguapan air dan penerus rangsang yang berasal dari luar badan. Umbai-umbai tumbuh menurut fungsinya : pada kepala tumbuh menjadi antenna dan mandibula, pada toraks menjadi kaki dan sayap, pada abdomen menjadi kaki pengayuh. Seperti pada hewan vertebrata, artopoda juga mempunyai system pencernaan, pernapasan ( dengan trakea ), saraf ( otak dan ganglion ), peredaran darah ( terbuka ) dan system reproduksi.
Selama pertumbuhannya serangga mengalami perubahan bentuk yang disebut metamorphosis. Metamorphosis sempurna mempunyai stadium telur – larva – pupa – dewasa. Antara tingkat muda dan dewasa ada perbedaan morfologi yang jelas, disertai perbedaan biologi (tempat hidup dan makanan). Pada metamorphosis tidak sempurna dijumpai telur – ( larva ) – nimfa – dewasa. Morfologi serta biologi bentuk muda dan dewasa hamper sama.
Peran artopoda dalam ilmu kedokteraan, dibagi dalam beberapa golongan, yaitu yana menularkan penyakit ( vektor dan hospes perantara ), yang menyebabkan penyakit ( parasit ), yang menimbulkan kelainan karena toksin yang dikeluarkan, yang menyebabkan alergi pada orang yang rentan dan yang menimbulkan entomofobia.
Serangga dapat menularkan penyakit melalui beberapa cara. Penularannya secara mekanik berlangsung dari penderita ke orang lain dengan perantaraan bagian luar tubuh serangga. Misalnya, telur cacing, kista protozoa dan bakteri usus dapat dipindahkan dari tinja ke makanan melalui kaki atau badan lalat rumah. Penularan secara biologic dilakukan setelah parasit/ agen yang diisap serangga vektor mengalami proses biologic dalam tubuh vektor. Bila di dalam tubuh vektor, parasit ( virus, bakteri, spirokaeta ) hanya membelah diri menjadi banyak, penularan ini, disebut penularan propagatif.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Filariasis
Adalah penyakit menular ( penyakit kaki gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori ) yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Anmigeres). Penyakit ini bersifat manahun (kronis) dan bila tidak berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan selatan. Selain itu juga ditemukan di berbagai daerah dataran rendah yang berawa dengan hutan-butan belukar yang umumnya di pedesaan di luar Jawa-Bali dan daerah perkotaan juga ditemukan filariasis. Filariasis yang menyerang daerah perkotaan yaitu filariasis brancofti dan ditularkan melalui vektor nyamuk Culex quinquefasciatus sedangkan di daerah pedesaan filariasis ditularkan oleh Anopheles sp, Aedes sp, dan Mansonia sp.

2. Siklus hidup
Siklus hidup Cacing Filaris
Melalui dua tahap, yaitu :
• Tahap pertama, perkembangan cacing filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vektor yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu
• Tahap kedua, perkembangan cacing filarial dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan
Siklus hidup cacing filarial dalam tubuh nyamuk
Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena filariasis, sehingga microfilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk ke paskan sarung pembungkusnya, kemudian mikrofloria menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot dada (toraks).
Bentuk cacing filaris menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke-10 dan seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini sering disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi (pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dank e alat tusuk nyamuk.
Perkembangan filaria dalam tubuh manusia
Siklus hidup cacing filarial dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang mengandung microfilaria ini menggigit manusia. Maka microfilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secar aktif masuk ke dalam tubuh manusia (hospes).
Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh darah kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering di sebut larva stadium IV dan V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan yang penyakit ini dikenal dengan penyakit kaki gajah.
3. Vektor peyebaran filariasis
Di golongkan menjadi dua macam, yaitu vektor filariasis Limfatik dan Non Limfatik.
Vektor Limfatik
Nyamuk anophelini dan non anophelini dapat berperan sebagai vektor filariasis limfatik pada manusia dan binatang. Di Indonesia, ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Parasit ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia oleh berbagai spesies nyamuk yang termasuk dalam genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Anmigeres. Beberapa spesies Anopheles, Aedes, dan Culex menjadi vektor filariasis bancofti dapat ditularkan oleh berbagai spesies Anopheles seperti An.aconitus, An.bancrofti, An.farauti dll. Vektor utama filariasis malayi ialah spesies Anopheles, Mansonia, dan coquilettidia seperti Mansonia uniformis, Coquilettidia crasspes (tipe zoofilik = subperiodik nokturna) An.barbirostri, An.nigerrimus (tipe antropofilik = periodik nokturna), sedangkan vektor utama filariasis timori ialah An.barbirotris.

Morfologi Non Anophelini/ Culicini
Nyamuk Non Anophelini dapat dikenal dari morfologinya dengan memperhatikan bagian-bagian badannya. Telur Non Anophelini yang diletakkan satu per satu atau berkelompok membentuk rakit, mempunyai bermacam-macam bentuk. Ada yang berbentuk lonjong dengan kedua ujung sedikit lancip dan berdinding yang menggambarkan anyaman kain kasa (Aedes), ada juga yang menyerupai peluru senapan (Culex) dan ada pula yang mirip duri atau sasaran untuk pelemparan bola bowling (Mansonia). Larva Non Anophelini yang tampak tergantung pada permukaan air mempunyai bagian-bagian badan yang morfologinya khas, sifon yang mengandung bulu-bulu sifon dan pekten, sisir atau comb dengan gigi-gigi sisir, segmen anal dengan pelana.
Stadium pupa Culicini mempunyai tabung pernafasan yang bentuknya kelihatan panjang dan sempit, digunakan untuk pengambilan oksigen. Pada stadium dewasa nyamuk Cucilini betina, palpinya lebih pendek daripada probosinya, sedangkan pada nyamuk Culicini jantan, palpinya melebihi panjang probosisnya. Sisik sayapnya ada yang lebar dan asimetris (Mansonia), ada pula yang sempit dan panjang (Aedes, Culex).
Daur Hidup
Seperti juga pada nyamuk Anophelini, nyamuk Non Anophelini mengalami metamorphosis sempurna, tetapi waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa lebih pendek (1 – 2 minggu). Tempat perindukan Non Anophelini berbeda dari tempat perindukan Anophelini. Non Anophelini dapat bertelur di tempat-tempat perindukan berair jernih maupun berair keruh.
Perilaku Non Anophelini
Nyamuk Non Anophelini mempunyai kebiasaan menghisap darah hospes pada malam hari saja (Culex), ada yang penghisapan darahnya dilakukan pada siang hari dan malam hari (Mansonia) dan ada juga yang hanya pada siang hari (Aedes).
Jarak terbang Cucilini biasanya pendek mencapai rata-rata beberapa puluh meter saja, walaupun ada yang jarak tebangnya jauh kira-kira 30 km (Aedes vexans).
Epidemiologi filariasis
Perilaku nyamuk sebagai vektor filariasis menentukan penyebaran penyakit filaria dan timbulnya daerah endemi filariasis. Diantara perilaku vektor tersebut adalah :
• Derajat infeksi alami hasil pembedahan nyamuk alam/liar yang tinggi
• Sifat antropofilik dan zoofilik yang meningkatkan jumlah sumber infeksi
• Umur nyamuk yang panjang sehingga mampu mengembangkan pertumbuhan larva mencapai stadium infektif untuk disebarkan/ditularkan
• Dominasi terhadap spesies nyamuk lainnya yang ditunjukkan dengan kepadatan yang tinggi di suatu daerah endemic
• Mudahnya menggunakan tempat-tempat air sebagai tempat perindukan yang sesuai untuk pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa.
Seperti juga upaya pemberantasan penyakit malaria, pemberantasan penyakit filariasis dapat dilakuakan melalui berbagai cara :
• Pengobatan semua penderita filariasis
• Upaya pengendalian vektor dengan cara yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang mahal
• Perlindungan pencegahan terhadap gigitan vektor
• Meningkatkan pengetahuan rakyat mengenai penyakit filariasis dan penularannya, sehingga rakyat dapat berpartisipasi dalam pemberantasan penyakit ini.

Vektor Filariasis Non Limfatik
Vektor filariasis non limfatik ialah lalat yang termasuk dalm ordo Diptera dari kelas Insecta, yaitu genus Simulium dan Chrysops. Simulium mempunyai badan berukuran 2-3 mm, yang menghisap darah biasanya lalat betina yang aktif pada pagi hari dan sore hari. Simulium damnosum berperan sebagai vektor biologik onkosersiasis yang disebabkan oleh Onchocerca volvulus di Afrika, parasit ini menyebabkan kebutaan dan menjadi masalah kesehatan masyarakat di Afrika.
Chrysops badannya sebesar lalt rumah, lalat jantan umumnya mengisap sari tumbuh-tumbuhan sebagai makanan, sedangkan lalat betina mempunyai tipe mulut piercing-sucking dan menghisap darah. Lalat ini aktif menyerang manusia pada pagi dan sore hari. Cacing filarial Loa Loa yang menyebabkan Loaiasis di Afrika ditularkan oleh Chrysops silacea dan C. dimidiate. Selain kedua spesies tersebut juga dilaporkan bahwa microfilaria Loaloa dapat berkembang normal dalam Chrysops centurionis, C.longicornis dan C.distinctipennis.

Konsep Dasar keluarga

A. KONSEP DASAR KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. (Friedman 1998).

Keluarga adalah suatu ikatan / persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.(Sayekti 1994).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Effendy, 1998)

2. Bentuk / Type Keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dananak yang diperoleh dari keturunannya, adopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar (extended family)
Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman bibi).

c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)
Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yng bercerai atau kehilangan pasangannya.

d. Orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone)
Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital heterosexsual cobabiting family)

f. Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).

g. Keluarga Indonesia menganut keluarga besar (extended family), karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam satu kominiti dengan adat istiadat yang sangat kuat (Depkes RI. 2002)


3. Peranan &. Struktur keluarga
a. Pola komunikasi
Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.


b. Struktur peran keluarga
Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.


d. Nilai atau norma keluarga
Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan merupakan gambaran dari nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.(Suprajitno, 2004: 7)

4. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)
a. Fungsi Afektif
Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi
Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.
Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting.

d. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah).Dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan
Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.


5. Tugas keluarga di bidang Kesehatan
Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu :


a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis.Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan pencegahan TBC.


b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan menentukan tindakan.keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi.Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat,disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan.Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya.Jika demikian ,anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatanperlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.


B. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS

1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).

Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer 2001).

2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. . Kuman Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Bahar, 1999: 715).

Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal inimerupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis.

Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar (Dep Kes RI 2002).


3. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ,basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ; gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari
.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.

Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.


4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan ada dahak. Selain tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :

1. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).

3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.

4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.






5. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
Klasifikasi penyakit

1.1. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
• 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

.1.2. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1. TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TBC ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

Tipe penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

c. Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).


Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Diagnostik.
2) Pemeriksaan sputum

3) Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman mengidentifikasi perlu dilakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman dari dahak yang diambil (Depkes RI, 2002).


4) Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
5) Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
6) Skin test (PPD, Mantoux)
7) Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;
8) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif
9) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
10) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif
11) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat
12) Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan,berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
13) Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
14) Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
15) Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
16) Biopsi jaringan paru
17) Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.
18) Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit tuberkulosis kronis.

19) Analisa gas darah (BGA)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.

20) Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).




6. Penatalaksanaan

Pengobatan TBC Paru
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan, mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI. 2002).
Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan monotherapi, kemudian mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat tersebut, maka pengobatan secara paduan beberapa obat ternyata dapat mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah kekambuhan.

Paduan obat jangka pendek 6 – 9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk TB paru yang berat ( milier ) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH. Departemen Kesehatan RI selama ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE / 5R2H2.

Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat jangka panjang 12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-lain.

Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :
1. Obat anti TB tingkat satu
Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E), Sterptomisin ( S ).

2. Obat anti TB tingkat dua
Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ), Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin, Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lain.

Obat anti TB tingkat dua ini daya terapeutiknya tidak sekuat yang tingkat satu dan beberapa macam yang teakhir yaitu golongan aminoglikosid dan quinolon masih dalam tahap eksperimental.

Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek tersebut baru berhasil bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai akhir masa pengobatan. Di beberapa negara berkembang, pengobatan jangka pendek ini banyak yang gagal mencapai angka kesembuhan yang ( cure rate ) ditargetkan yakni 85 % karena :

- Program pemberantasan kurang baik
- Buruknya kepatuhan berobat

Hal ini menyebabkan :
- Populasi TB semakin meluas
- Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat

Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali aktifnya TB.
Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun 1991 mengeluarkan pernyataan baru dalam pengobatan TB Paru sebagai berikut :

Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni
Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 – 5 macam obat anti TB per hari dengan tujuan :
- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal )
- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut
- Mencegah timbulnya resistensi obat

Tahap lanjutan ( continuation phase ), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan :
- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi )
- Mencegah kekambuhan

Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.
Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :

1. Katagori I
Ditujukan terhadap :
• Kasus baru dengan sputum negatif
• Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif, TB usus, TB genito urinarius.

Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah dua bulan BTA menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah dua bulan masih positif, tahap intensif diperpanjang lagi selama 2 – 4 minggu dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah pada tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat yakni RHZ.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3. Pasien dengan TB berat ( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan neurologis ), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6 – 7 bulan. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T ).

2. Kategori II
Ditujukan terhadap :
• Kasus kambuh
• Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE / 1RHZE. Bila setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 3 bulan tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih juga positif pengobatan dihentikan selama 2 – 3 hari, lalu diperiksa biakan dan resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif terhadap semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap lanjutan harus diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi sputum masih cukup besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H, maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5 R3H3E3 yang perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif setelah selesai tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu diobati lagi.

3. Kategori III

Ditujukan terhadap :
• Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
• Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3
Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru lebih luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna, maka tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T )

4. Kategori IV
Ditujukan terhadap kasus TB kronik.
Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB (sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang begitu efektif, lebih mahal dan lebih toksis.

Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai dengan sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan.

Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru telah mulai dengan paduan obat : 2RHZE / 4R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE / 1 RHZE / 5 R3H3E3 ( kategori II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).


Evaluasi Pengobatan.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.

Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan ulang ( retreatment ).

Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh.

Untuk mengetahui efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ), perlu pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, kreatinin/ureum, darah perifer. Asam urat darah perlu diperiksa bagi yang memakai obat Z. bila terdapat hepatitis karena obat ( kebanyakan karena R dan H ), maka obat yang hepatotoksis diganti dengan yang non-hepatotoksis. Pemberian steroid dapat dipertimbangkan. R atau H kemudian dapat diberikan kembali secara desensitisasi. Tes mata untuk warna perlu bagi yang memakai E, sedangkan tes audiometri perlu bagi yang memakai S.

Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 – 2 bulan pengobatan tahap intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi pasien yang resisten terhadap obat anti TB makin meningkat dan sudah mencapai 9 %. Di negara yang sedang berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi. BTA yang sudah resisten terhadap obat anti TB saat ini sudah dapat dideteksi dengan cara PCR-SSCP (Single Stranded Confirmation Polymorphism) dalam waktu satu hari. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 99% BTA yang resisten terhadap R, 70% terhadap H, dan 60% terhadap S.

Ada 3 Dampak masalah.
a. Terhadap individu.
1. Biologis.
Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.

2. Psikologis.
Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.



3. Sosial.
Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.

4. Spiritual.
Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya yang manakutkan

5. Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.

b. Terhadap keluarga.
1. Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan penularan penyakit.

2. Produktifitas menurun.
Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.

3. Psikologis.
Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain.

4. Sosial.
Keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena sebagian besar masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru .


c. Terhadap masyarakat.
Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan Penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru

.Untuk keberhasilan pengobatan, oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dilakukan strategi DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse). Strategi ini merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan tuberculosis .

Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada system pencatatan/pelaporan.


Perawatan bagi penderita TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik (Depkes RI, 2002)

Pencegahan penularan TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1) Menutup mulut bila batuk
2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi lisol
3) Makan, makanan bergizi
4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5) Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2002)


Proses Keperawatan
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan, keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan (Depkes RI, 1998:3).

Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga (Effendi, 1998:55).






1. Pengkajian
Lima tahap proses keperawatan terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu (diagnosa keperawatan), rencana keperawatan, implementasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.

Proses keperawatan memiliki tahapan-tahapan yang saling bergantung dan disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap satu ke tahap lain, (Friedman,1998:55).

Menurut Friedman (1998:56) proses pengkajian keperawatan dengan pengumpulan informasi secara terus-menerus terhadap arti yang melekat pada informasi yang sedang dikumpulkan tersebut. Pengkajian yang dilakukan meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis, diklasifikasi dianalisa artinya.
Pengumpulan data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan, studi dokumentasi (melihat KMS, kaetu keluarga) dan pemeriksaan fisik (Effendi,1998:47).

Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Identitas keluarga, yang dikaji adalah umur,pekerjaan dan tempat tinggal.
Yang beresiko menjadi penderita tuberculosis adalah: individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tuna wisma,tahanan), dibawah umur 15 tahun dan dewasa muda antara 15-44 tahun ,tinggal ditempat kumuh dan perumahan di bawah standart dan pekerjaan.


b. Latar belakang budaya atau kebiasaan keluarga
• Kebiasaan makan
Pada penderita tuberculosis mengalami nafsu makan menurun bila terjadi terus menerus akan menyebabkan penderita menjadi lemah. Bagi penderita tuberculosis dianjurkan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) (Tempointeraktif, 23 Juli 2005).

• Pemanfaatkan fasilitas kesehatan
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan sangat berpengaruh dalam perawatan tuberculosis baik untuk mendapatkan informasi maupun pengobatan. Beberapa tempat yang memberikan pelayanan kesehatan bagi tuberculosis adalah Puskesmas, BP4, Rumah Sakit dan Dokter pratek swasta (Depkes RI, 2002).

• Status Sosial Ekonomi
Pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakan keluarga dalam mengatasi masalah dalam keluarga (Effendy, 1998). Sebaliknya dengan tingkat pendidikan tinggi keluarga akan mampu mengenal masalah dan mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.

• Pekerjaan dan Penghasilan
Pekerjaan dan penghasilan merupakan hal yang sangat berkaitan. Penghasilan keluarga akan menentukan kemampuan mengatasi masalah kesehatan yang ada. Kemampuan menyediakan perumahan yang sehat, kemampuan pengobatan anggota keluarga yang sakit dan kemampuan menyediakan makanan dengan Gizi yang seimbang. 60% penderita tuberculosis adalah penduduk miskin (Sinar Harapan, 23 Juli 2005).

• Aktivitas
Selain kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat juga harus diperhatikan. Bagi penderita tuberculosis dianjurkan istirahat minimal 8 jam perhari (Depkes RI, 2002).

• Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga
Tingkat perkembangan pada tahap pembentukan keluarga akan didapati masalah dengan social ekonomi yang rendah karena harus belajar menyesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Keluarga baru belajar memecahkan masalah. Dengan keadaan tersebut berpengaruh pada tingkat kesehatan keluarga. Social ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena ketidak mampuan dan ketidak tahuan dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi (Effendy,1998). Tidak adanya riwayat keluarga yang mempunyai masalah kesehatan tidak berpengaruh pada status kesehatan keluarga.

Data lingkungan
1. Karakteristik rumah
Keadaan rumah yang sempit, ventilasi kurang, udara yang lembab termasuk rumah dengan kondisi di bawah standart kesehatan. Salah satu factor yang bisa menyebabkan kuman tuberculosis bertahan hidup adalah kondisi udara yang lembab (Depkes RI, 2002).

a. Karakteristik lingkungan
Lingkungan rumah yang bersih, pembuangan sampah dan pembuangan limbah yang benar dapat mengurangi penularan TBC dan menghambat pertumbuhan bakteri tuberkulosa. TBC sangat erat berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kumuh .

b. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Kuman tuberculosis dapat menular dari ke orang melalui udara. Semakin sering kontak langsung dengan penderita bereksiko sekali tertular TBC. Terutama yang merawat di rumah berkesempatan terkena TBC dari pada yang berada di tempat umum


2. Struktur keluarga
a. Pola komunikasi
Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.

b. Struktur peran keluarga
Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga
Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan merupakan gambaran dari nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.(Suprajitno,.2004: 7)

3. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)
a. Fungsi Afektif
Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
c. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.

Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan
Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu :

• Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Ketidak sanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, akibat, pancegahan, perawatan dan pengobatan TBC.

• Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan menentukan tindakan .keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Ketidak sanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

• Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan.

• Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat
.
• Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

4. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting.

5. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah).Dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


6. Koping keluarga
Bila koping keluarga tidak efektif terhadap stressor yang akan menyebabkan stress yang berkepanjangan.Hal ini akan mempengaruhi daya tahan tubuh .

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang telah disepakati, terdiri dari

Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota (individu).
Penyebab (etiology ,E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga, memelihara lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan .

Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data subyektif dan obyektif yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang mendukung masalah dan penyebab.

Apabila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari satu perlu dilakukan skor Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya (1978). Proses scoring untuk setiap diagnosis keperawatan:
• Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang di buat perawat.
• Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.
Skor yang diperoleh
_______________ x bobot
Skor tertinggi
• Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot, yaitu 5).

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a) Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
b) Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.
c) Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.


Diagnosa yang mungkin muncul pada keluarga dengan penyakit TBC adalah :
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan secret yang keluar
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret yang berlebih.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay O2 yang menurun (Doenges,1999:240-247).
Dalam merumuskan diagnosa dalam keperawatan keluarga perlu dilakukan prioritas masalah dan adanya kriteria prioritas masalah.

Prioritas masalah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah sebagai berikut :
a. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga dapat diatasi sekaligus.
b. Perlu mempertimbangkan masalah-masalan yang dapat mengancam kehidupan keluarga seperti masalah penyakit.
c. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang akan diberikan.
d. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan/ keperawatan keluarga.
f. Penetahuan dan kebudayaan keluarga (Effendy,1998).


Kriteria prioritas masalah
Beberapa kriteria dalam penyusunan prioritas masalah menurut Effendy (1998:52)
1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi : ancaman kesehatan, keadaan sakit atau kurang sehat dan situasi krisis.
2. Kemungkinan masalah dapat dirubah, adalah kemungkinan keberhasilan untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan intervensi keperawatan dan kesehatan.


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah TBC dapat dirubah adalah:
a. Pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah TBC.
b. Sumber daya keluarga, diantaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.
c. Sumber daya perawatan, diataranya adalah pengetahuan dan ketrampilan dalam penanganan masalah TBC serta waktu.
d. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi, seperti posyandu, polindes dan sebagainya.


3. Potensi masalah TBC untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah TBC yang akan timbul dan dapat dikuraangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan dan kesehatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah TBC adalah :
a. Kepelikan/kesulitan masalah,hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah TBC yang menunjukkan pada prognosa dan beratnya TBC yang diderita oleh anggota keluarga.
b. Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah tindakan untuk mencegah dan mengobati masalah TBC dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.
c. Lamanya masalah, berhubungan dengan beratnya masalah TBC pada keluarga dan potensi masalah untuk dicegah.
d. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.
4. Menonjolnya masalah TBC,adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah TBC dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk diatasi melalui intervensi keperawatan dan kesehatan.


3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan standart.

Ada beberapa tingkatan tujuan dalam penyusunan rencana keperawatan menurut Friedman (1998;64). Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan spesifik. Dan tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan akhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh perawat dan keluarga agar dapat tercapai.

Penyusunan kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya yang ada pada keluarga Tn .S yaitu biaya, pengetahuan dan sikap dari keluarga Tn.S berupa respon verbal, afektif dan psikomotor untuk mengatasi masalahnya.

Tujuan asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah TBC :
1. Tujuan jangka pendek antara lain :
Setelah di berikan informasi kepada keluarga mengenai TBC, maka keluarga mampu mengenal masalah TBC, mampu mengambil keputusan dan mampu merawat anggota keluarga yang menderita TBC.

Kriteria evaluasi :
a. Respon verbal,keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara penularan perawatan dan pencegahan TBC.
b. Respon efektif, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita TBC.
c. Respon Psikomotor, keluarga mampu memodifikasi lingkungan bagi penderita TBC.

Standar evaluasi :
Pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan TBC, cara pencegahan penularan dan cara perawatan TBC.

2. Tujuan jangka panjang
Masalah TBC dalam keluarga dapat teratasi / dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Tahap intervensi diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan. Seperti pendapat Friedman (1998: 67). Selama pelaksanaan intervensi keperawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon dari klien, perubahan situasi, dll) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi keluarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan. Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan.

Intervensi pada keluarga dengan masalah TBC antara lain sebagai berikut (Doenges, 1999) :

1. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindarkan meludah di sembarang tempat.
2. Dorongan keluarga untuk memberi makanan yang bergizi.
3. Kontrol berat badan secara periodic
4. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi karbohidart dan tinggi protein.
5. Dorong pasien untuk minum obat secara teratur


4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga, didasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga dengan TBC adalah :

a. Sumber daya Keluarga (keuangan)
Sumber daya (keuangan) yang memadai diharapkan mampu menunjang proses penyembuhan pada anggota keluarga yang menderita TBC

b. Tingkat pendidikan keluarga
Tingkat pendidikan keluarga dapat mempengaruhi kemampuam keluarga dalam mengenal masalah TBC dan mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita TBC.

c. Adat istiadat yang berlaku
Adat istiadat yang berlaku berpengaruh pada kemampuan kelurga dalam merawat anggota keluarga yang menderita TBC

d. Respon dan penerimaan keluarga
Respon dan penerimaan keluarga sangat berpengaruh pada penyembuhan karena keluarga mampu memberi motivasi.

e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik pada keluarga akan memudahkan keluarga dalam memberikan perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita TBC.


5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Menurut Friedman (1998) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi. Bila tujuan tersebut sudah tercaapai maka kita membuat recana tindak lanjut.






.

Tubercolocis (TBC)

Penyakit TBC
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Penyebab Penyakit TBC
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa
Cara Penularan Penyakit TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
• Penurunan nafsu makan dan berat badan.
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
o Pemeriksaan fisik.
o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
o Rontgen dada (thorax photo).
o Uji tuberkulin.










Tuberculosis Paru (TB Paru)
Written by Avicenna Published in: Kesehatan Comments 2 Pdf Print Email
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.anda bisa juga baca selengkapnya di sini
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.
Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC.
Manifestasi Klinis
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.
Gejala Umum :
• Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
Gejala lain yang sering dijumpai :
• Dahak bercampur darah
• Batuk darah
• Sesak nafas dan rasa nyeri dada
• Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah.
Pemeriksaan penunjang
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur. Ukuran tes Mantoux ini sebesar 5mm diinterpretasikan positif pada kasus-kasus :
1. Individu yang memiliki atau dicurigai terinfeksi HIV
2. Memiliki kontak yang erat dengan penderita TBC yang infeksius
3. Individu dengan rontgen dada yang abnormal yang mengindikasikan gambaran proses penyembuhan TBC yang lama, yang sebelumnya tidak mendpatkan terapo OAT yang adekuat
4. Individu yang menggunakan Narkoba dan status HIV-ny tidak diketahui
Sedangkan ukuran 10mm uji tuberculin, dianggap positif biasanya pada kasus-kasus seperti :
1. Individu dengan kondisi kesehatan tertentu, kecuali penderita HIV
2. Individu yang menggunakan Narkoba (jika status HIV-ny negative)
3. Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, populasi denganpendapatan yang rendah, termasuk kelompok ras dan etnik yang beresiko tinggi
4. Penderita yang lama mondokdirumah sakit
5. Anak kecil yang berusi kurang dari 4 tahun
Uji ini sekarang sudah tidak dianjurkan dipakai,karena uji ini haya menunjukkan ada tidaknya antibodi anti TBC pada seseorang, sedangkan menurut penelitian, 80% penduduk indosia sudah pernah terpapar intigen TBC, walaupun tidak bermanifestasi, sehingga akan banyak memberikan false positif.
- Pemeriksaan radiologis
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis
b) Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
c) Fibrosis dan retraksi region hilus
d) Bronchopneumonia
e) Infiltrate interstitial
f) Pola milier
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
Klasifikasi penyakit dan tipe penderita
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita TB memerlukan “definisi kasus” yang memberikan batasan baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus-yaitu
1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA negative
3. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
4. Tingkat keparahan penyakit : penyakit ringan atau berat
a. KLASIFIKASI
A. Tuberculosis Paru
Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis Paru BTA positif
2. Tuberkulosis Paru BTA negative
B. Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru,, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
b. TIPE PENDERITA
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu :
1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kambuh (relaps)
Adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan etlah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
3. Pindahan (transfer in)
Adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09)
4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih.
5. Gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
• Adalah penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2)
Pengobatan tuberkulosis
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat.
Referensi:
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI
http://www.medicastore.com/tbc/
http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html

Pemutakhiran Terakhir ( Selasa, 30 Maret 2010 17:28 )








TBC PARU-PARU
Apa itu TBC paru-paru?
Apa penyebabnya?
Faktor resiko
Gejala klinis
Pengobatan
Pencegahan


Foto rontgen penderita TBC
Tuberkulosis atau TBC pernah menjadi penyakit yang sangat menakutkan di Indonesia, yaitu pada masa kemerdekaan dulu. Penyakit ini mudah menular, seperti halnya flu biasa dan cepat menyebar pada orang-orang yang hidup bersama penderita. Bahkan, panglima besar Jendral Sudirman pun akhirnya tidak berdaya melawan penyakit ini.
Sekarang, upaya pencegahan sejak dini telah dilakukan, yaitu dengan paket imunisasi BCG pada balita. Walau demikian, Indonesia belum terbebas 100 % dari penyakit ini.
Apa itu TBC paru-paru ?
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi akibat infeksi kuman Mycobacterium yang bersifat sistemis (menyeluruh) sehingga dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi yang pertama kali terjadi.
kembali ke atas

Apa penyebabnya ?

Organ pernafasan (paru-paru)
Bakteri Mycobacterium tuberculosa, bakteri ini dapat menular. Jika penderita bersin atau batuk maka bakteri tuberculosi akan bertebaran di udara. Infeksi awal yang terjadi pada anak-anak umunya akan menghilang dengan sendirinya jika anak-anak telah mengembangkan imunitasnya sendiri selama periode 6-10 minggu. Tetapi banyak juga terjadi dalam berbagai kasus, infeksi awal tersebut malah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya. Jika sudah terkena infeksi yang progresif ini maka gejala yang terlihat adalah demam, berat badan turun, rasa lelah, kehilangan nafsu makan dan batuk-batuk. Dalam kasus reactivation tuberculosis, infeksi awal tuberculosis (primary tuberculosis) mungkin telah lenyap tetapi bakterinya tidak mati melainkan hanya "tidur" untuk sementara waktu.
Bilamana kondisi tubuh sedang tidak fit dan dalam imunitas yang rendah, maka bakteri ini akan aktif kembali. Gejala yang paling menyolok adalah demam yang berlangsung lama denga keringat yang berlebihan pada malam hari dan diikuti oleh rasa lelah dan berat badan yang turun. Jika penyakit ini semakin progresif maka bakteri yang aktif tersebut akan merusak jaringan paru dan terbentuk rongga-rongga (lubang) pada paru-paru penderita maka si penderita akan batuk-batuk dan memproduksi sputum (dahak) yang bercampur dengan darah.
kembali ke atas

Faktor resiko

Perokok sangat beresiko menderita penyakit TBC
Penyakit TBC adalah penyakit yang dapat ditularkan terutama melalui percikan ludah dari orang yang menderita, namun bila daya tahan tubuh seseorang itu baik maka kuman yang ada didalam tubuh hanya akan menetap dan tidak akan menyebabkan infeksi dan saat daya tahan tubuh sedang turun maka kuman akan menjadi aktif dan menyebabkan timbulnya infeksi pada orang tersebut.
Inkubasinya sangat tergantung kepada individu dan level dari infeksi tersebut, apakah termasuk dasar, progresif atau aktif kembali. TBC adalah penyakit kronis yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun jika tidak ditangani secara benar. Jika sudah terinfeksi TBC sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit atau sanatorium sampai sembuh betul.
kembali ke atas

Gejala klinis
Gejala umum/nonspesifik antara lain :
• Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau pada anak berat badan tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi
• Tidak nafsu makan dan pada anak terlihat gagal tumbuh serta penambahan berat badan tidak memadai sesuai umur
• Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifoid, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai adanya keringat pada malam hari
• Adanya pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak
• Batuk lama lebih 30 hari dengan atau tanpa dahak atau dapat juga berupa batuk darah
Pada anak-anak, primary pulmonary tuberculosis (infeksi pertama yang disebabkan oleh bakteri tuberculosis) tidak menampakkan gejalanya meskipun dengan pemeriksaan sinar X-ray. Kadang-kadang; ini pun jarang; terlihat adanya pembesaran kelenjar getah bening dan batuk-batuk. Dalam banyak kasus jika tuberculin skin test-nya menunjukkan hasil positif maka si penderita diindikasikan menderita penyakit TBC. Anak-anak dengan dengan tuberculin test positif, meskipun tidak menampakkan gejala, harus mendapatkan perawatan serius.
kembali ke atas

Pengobatan
Obat untuk TBC berbentuk paket selama 6 bulan yang harus dimakan setiap hari tanpa terputus. Bila penderita berhenti ditengah pengobatan maka pengobatan harus diulang lagi dari awal, untuk itu maka dikenal istilah PMO (pengawas minum obat) yaitu adannya orang lain yang dikenal baik oleh penderita maupun petugas kesehatan (biasanya keluarga pasien) yang bertugas untuk menngawasi dan memastikan penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Pada 2 bulan pertama obat diminum setiap hari sedangkan pada 4 bulan berikutnya obat diminum selang sehari. Regimen yang ada antara lain : INH, Pirazinamid, Rifampicin, Ethambutol, Streptomisin.
Yang dapat anda lakukan:
• Konsultasi ke dokter anda.
• Minumlah obat anti tuberkulosa, sesuai nasihat dokter secara teratur, dan jangan menghentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter, karena kan mendorong kuman jadi kebal terhadap pengobatan anti tuberkulosa. Biasanya penyembuhan paling cepat sekitar 6-9 bulan kalau minum obat secara teratur.
• Makanlah makanan bergizi.
• Menyederhanakan cara hidup sehari-hari agar tidak menyebabkan stres dan banyak istirahat terutama di tempat berventilasi baik.
• Menghentikan merokok, bila anda perokok.
Tindakan dokter untuk anda
• Memastikan diagnosa melalui pemeriksaan dahak, pemeriksaan rontgen dada atau pada temapat lain yang disesuaikan keperluan, pemeriksaan darah dan kadar gula darah.
• Memberi resep obat-obat anti TB.
• Menganjurkan anda untuk masuk rumah sakit bila dipandang perlu, dengan tujuan memulihkan kesehatan dan istirahat, agar melampaui saat gawat selesai.
• Melakukan operasi untuk membuang bagian-bagian tubuh yang gterkena bila dipandang perlu.
• Memeriksa keluarga atau orang-orang terdekat dengan anda, mencari sumber infeksi dan kemungkinan terkena TB juga.
• Memberikan petunjuk mengenai cara batuk agar tidak menyebarkan kuman dan meludah harus dikumpulkan dengan diberi cairan pembunuh kuman (antara lain : lisol), cara hidup yang teratur dan menenangkan pikiran agar daya tahan tubuh mengatasi penyakit dengan cepat.
kembali ke atas

Pencegahan
• Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
• Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
• Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak
• Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
• Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
• Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
kembali ke atas

Daftar Pustaka
• kapita selekta kedokteran edisi III, media aesculapius, jakarta, 2000
• www.handoko.net