Mengenai Saya

Foto saya
Baik hati,apa adanya,rajin menabung buat masa depan nantinya.

Minggu, 04 Juli 2010

Penyakit yg disebabkan oleh Atrhopoda

JURUSAN SI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
T.A 2009/2010



PENYAKIT YANG DISEBABKAN ARTROPODA
1. Skabies
Scabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varietas homonis.

 Morfologi dan daur hidup
Sarcoptes scabiei adalah tungau yang termasuk family sarcoptidae , ordo acari, kelas arachnida. Badannya berbentuk oval dan gepeng ; yang betina berukuran 300 x 350 mikron ; sedangkan yang jantan berukuran 150 x 200 mikron ( gambar 32 ). Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan pasangan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi S. scabiei jantan mati, tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup beberapa hari. Tungau betina membuat terowongan di stratum korneum kulit. Setelah kopulasi , du hari kemudian tungau betina bertelur 2-3 butir/ hari dalam terowongan. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-5 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah menjadi dewasa dalam waktu 3-5 hari.

 Patogenesis

Lesi primer scabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil metabolisme. Padsa saat menggali terowongan tungau mengeluarkan secret yang dapat melisiskan sratum korneum. Secret dan ekskret menyebabkan sensitisasi sehingga menimbulkan pruritus dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa pakul, vesikel, pustule dan kadang bula. Dapat juga terjadi tersier berupa ekskroriasi, eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat [pada lesi primer.

Tungaui hidup didalam terowongan di tempat predileksi yaitu jari tangan, pergelangan tangan baguian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilicus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki - laki dan aerola mammae pada perempuan. Pada bayi dapat menyerang Telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu – abu dengan panjang yang bervariasi rata – rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok – kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Diujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita di Indonesia karena umumnya penderita datang pada stadium lanjut sehingga sudah terjadi infeksi sekunder.

 Diagnosis
Diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan S.scabiei yang didapatkan dengan cara mencongkel atau mengeluarkan tungau dari kulit, kerokan kulit atau biobsi. Diagnosis diferensial scabies adalah prurigo yang mempunyai predilesi yang sama. Tungau sulit ditemukan pada pemeriksaan laboratorium karena tungau menginfestasi penderita sedikit. Penyebabnya adalah jumlah telur yang menetas hanya 10%. Selain itu garukan dapat mengeluarkan tungau secara mekanik dan jika terjadi infeksi sekunder maka pus yang terbentuk dapat membunuh tungau karena pus bersifat akarisida.
Agar pemeriksaan laboratorium memberikan hasil yang baik maka factor – factor yang harus diperhatikan adalah :
1. Papul yang baik untuk dikerok adalah papul yang baru dibentuk.
2. Pemeriksaan jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder
3. Kerokan kulit harus superficial dan tidak boleh berdarah
4. Jangan mengerok dari satu lesi tetapi dari beberapa lesi. Tungau paling sering ditemukan pada sela jari tangan, sehingga perhatian terutama diberikan pada daerah itu.
5. Sebelum mengerok teteskan minyak mineral pada skapel dan pada lesi yang akan dikerok.

 Pengobatan
Preparat sulfur presipitatum 5 –10 % efektif terhadap stadium larva, nimfa dan dewasa tetapi tidak membunuh telur. Karena itu pengobatan minimal selama 3 hari agar larva yang menetas dari telurnya dapat pula dimatikan oleh obat tersebut. Gamma benzene heksaklorida efektif untuk semua stadium tetapi tidak dapat digunkan untuk anak dibawah enam tahun karena neurotoksik.
Permetrin dalam bentuk krim 5% efektif untuk semua stadium dan relative aman untuk digunakan pada anak – anak. Obat lain yang efektif untuk semua stadium adalah benzyl benzoat 20 – 55% dan krotamiton, tetapi obat ini relative mahal.
Agar pengobatan berhasil baik, factor yang harus diperhatikan adalah jelaskan cara pemakaian obat pada pasien bahwa krim harus dioleskan bukan hanya pada lesi tetapi keseluruh tubuh mulai dari leher hingga ke hari kaki selama 12 jam. Perhatian harus diberikan kepada area intertriginosa termasuk lipatan intergluteal, ibu jari kaki dan subungual. Bila krim terhapus sebelum waktunya, maka krim harus dioleskan lagi. Selain itu obati orang yang kontak dengan penderita dan pada lesi dengan infeksi sekunder berikan antibiotic. Pakaian, seprei dan sarung bantal harus dicuci dan disetrika dengan baik. Kasur, bantal, guling paling sedikit 2 kali seminggu, ventilasi rumah diperbaiki agar cahaya matahari dapat masuk.
 Epidemiologi
Scabies biasanya menghigapi dengan hygiene yang buruk, miskin dan hidup dalam lingkungan yang padat dan kumuh.
2. Demodisiosis

Infestasi Demodex folliculorum disebut demodisiosis. Demodex folliculorum termasuk family demodicidae. Demodex adalah tungan folikel rambut yang berbentuk panjang menyerupai cacing, berukuran 0,1-0,3 mm, berkaki 4 pasang yang letaknya berdekatan serta mempunyai abdomen dengan garis-garis transversal.

 Patologi dan gejala klinis
Demodex folliculorum hidup di folikel rambut dan kelenjar keringat terutama diseklitar hidung dan kelopak mata sebagai parasit permanen. Kadang-kadang tungau ditemukan dibagian tubuh lain seperti kulit kepala. D. folliculorum dapat menyebabkan kelainan berupa blefaritis, akne rosasea dan impetigo kontagiosa dengan gejala klinis gatal dan dapat terjadi infeksi sekunder. Tungan yang hidup di saluran kelenjar folikel dipinggir mata dapat mengganggu penglihatan penderita.

 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan D. folliculorum dari folikel rambut dan kelenjar keringat.

 Pengobatan
Pengobatan demodisiosis dilakukan dengan olesan salep yang mengandung sulfur.

 Epidemiologi
Infestasi D.folliculorum adalah kosmopolit dan dianggap tidak berbahaya.

3. Pedikulosis
Pedikulosis adalah gangguan yang disebabkan oleh infestasi tuma. Salah satu gang guan pada kepala dapat disebabkan oleh tuma kepala yang disebut Pediculus humanus var.capitis yang termasuk family pediculidae. Pedikulosis telah dikenal sejak jaman dahulu dan ditemukan kosmopolit.

 Morfologi dan daur hidup
Bentuk pediculus humanus lonjong, pipih dorso-ventral, berukuran 1,0-1,5 mm, berwarna kelabu, kepala berbentuk segitiga, segmen toraks bersatu dan abdomen bersegmen. Ujung setiap kaki dilengkapi dengan kuku. Tuma kepala berjalan dari satu helai rambut kerambut lain dengan menjepit rambut dengan kuku-kukunya. Tuma dapat pindah ke hospes lain. Telur ( nits) berwarna putih dilekatkan pada rambut dengan perekat kitin ( chitin like cement ).
Pediculus dewasa lebih menyukai rambut dibagian belakang kepala daripada rambut bagian depan kepala. Tuma kepala menghisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur sampai menjadi dewasa rata-rata 18 hari, sedangkan tuma dewasa dapat hidup 27 hari.

 Patologi dan gejala klinis
Lesi pada kulit kepala disebabkan oleh tusukan tuma pada waktu menghisap darah. Lesi sering ditemukan dibelakang kepala atau leher. Air liur tuma yang merangsang menimbulkan papul merah dan gatal.
 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan P.humanus capitis dewasa, larva, nimfa atau telur dari rambut kepala.

 Epidemiologi
Pada infestasi berat, rambut akan melekat satu dengan yang lain dan mengeras; dapat ditemukan banyak tuma dewasa, telur (nits) dan eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang dan dapat pula ditumbuhi jamur. Keadaan itu disebut plica palonica.. infestasi mudah terjadi dengan kontak langsung. Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan rambut kepala.
Pemberantasan tuma kepala dapat dilakukan dengan menggunakan tangan, sisir serit atau dengan pemakaian insektisida golongan klorin ( benzene heksaklorida ) atau permetrin.



4. Fitriasi
Fitriasis ( pedikulosis publis ) adalah gangguan pada daerah publis yang disebabkan oleh infestasi tuma Phthirus publis.

 Morfologi dan daur hidup

P.publis bentuknya pipih dersoventral, bulat menyerupai ketam dengan kuku pada ketiga pasang kakinya. Stadium dewasa berukuran 1,5-2 mm dan berwarna abu-abu. Karena bentuknya menyerupai ketam, P.publis juga disebut crab louse.
P. publis hidup pada rambut kemaluan, dapat juga ditemukan pada rambut ketiak, jenggot, kumis, alis dan bulu mata. Tuma memasukkan bagian mulutnya kedalam kulit untuk jangka waktu beberapa hari sambil mengisap darah. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur menjadi tuma dewasa lebih kurang 3-4 minggu.

 Patologi dan gejala klinis
Rasa gatal terjadi pada tempat tusukan. Kadang-kadang kulit disekitar tusukan tampak pucat. Telur yang diletakkan pada bulu mata dapat mengganggu penglihatan.

 Diagnosis
Diagnosis fitriasis ditegakkan dengan menemukan P.publis dewasa, larva , nimfa atau telur.

 Pengobatan
Pemberantasan turna dilakukan dengan insektisida benzenheksaklorida, permetrin, atau dengan cara mencukur rambut yang dihinggapinya.

 Epidemiologi
Penularan P. publis terjadi melalui kontak langsung, terutama pada waktu hubungan seksual.

5. Miasis
Miasis adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan atau alat tubuh manusia atau binatang vertebrat. Larva itu hidup dari jaringan mati dan atau jaringan hidup, cairan badan atau makanan di dalam usus hospes. Menurut sifat larva lalat sebagai parasit, miasis dibagi menjadi :
a. Miasis spesifik ( obligat ). Pada miasis ini larva hanya dapat hidup pada jaringan tubuh manusia dan binatang. Telur diletakkan pada kulit utuh, luka, jaringan sakit atau rambut hospes. Contoh : larva Callitroga macellaria, Chrysomyia bezziana.
b. Miasis semispesifik (fakultatif). Pada miasius ini larva lalt selain dapat hidup pada bagian bisuk dan sayuran busuk, dapat hidup juga pada jaringan tubuh manusia, misalnya : larva Wohlfahrtia magnifica.
c. Miasis aksidental. Pada miasis ini telur tidak diletakkan pada jaringan tubuh hospes, tetapi pada makanan atau minuman, yang secara kebetulan tertelan lalu di usus tumbuh menjadi larva. Contoh : larva Musca domestica dan Piophila casei.

Secara klinis miasis dibagi menjadi :
1. Miasis kulit/ subkutis. Larva yang diletakkan pada kulit utuh atau luka mampu membuat teerowongan yang berkelok-kelok sehingga terbentuk ulkus yang luas. Contoh : larva Chrysomyia bezziana.
2. Miasis nasofaring. Biasanya terjadi pada anak dan bayi, khususnya mereka yang mengeluarkan secret dari hidungnya dan yang tidur tanpa kelambu. Larva mampu menembus kulit dan menembus ulkus. Dari seorang dewasa pernah dikeluarkan 200 ekor larva lalat. Contoh : larva Chrysomyia bezziana dan larva Hypoderma lineatum.
3. Miasis intestinal. Sebagian besar terjadi secara kebetulan karena menelan makanan yang terkontaminasi telur atau larva lalat. Telur menetas menjadi larva di lambung dan menyebabkan rasa mual, munta, diare dan spasme abdomen. Larva juga dapat menimbulkan luka pada dinding usus. Contoh : larva Musca domestica dan Piophila casei.
4. Miasis urogenital . Beberapa spesies lalat pernah ditemukan dalam vagina dan urin. Miasis ini dapat menyebabkan piuria, uretritis, dan sistitis. Contoh : larva Musca domestica dan larva Chrysomyia bezziana.
5. Miasis mata ( oftalmomiasis ). Larva dapat mengembara di jaringan dan bagian lain dari mata. Contoh : Chrysomyia bezziana.

 Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan larva lalat yang dikeluarkan dari jaringan tubuh, lubang tubuh atau tinja dilanjutkan dengan diagnosis spesies dengan cara melakukan identifikasi spirakel posterior larva. Cara lain adalah dengan memelihara larva hingga menjadi lalat dewasa lalu diidentifikasi.

 Penatalaksanaan
Larva dikeluarkan dari luka atau jaringan secara bedah dengan anastesi local. Pada miasis usus dapat diberikan obat cacing diikuti dengan cuci perut. Insektisida tidak dipakai karena akan merusak sel jaringan. Pencegahan miasis dapat dilakukan dengan menghindarkan kontak dengan lalat, memusnahkan tempat perindukan lalat atau menutup makanan dengan baik.

6. Miasis pada mayat
Setelah meninggal dunia , tubuh manusia akan mengalami pembusukan sehingga mengeluarkan bau busuk. Bau busuk tersebut menarik berbagai spesies serangga terutama lalat untuk hinggap dan berkembang biakpada mayat. Bila siklus hidupnya diketahuimaka infestasi serangga pada mayat dapat digunakan untuk memprakirakan saat kematian.
Untuk memprakirakan saat kematian, telur dan larva diambil dari satu tempat saja. Sebagian larva diawetkan dalam asetil alcohol dan sebagian dipelihara sehingga menjadi lalat dewasa. Identifikasi spesies lalat dilakukan dengan membuat sediaan spirakel posterior larva lalat dan atau mengidentifikasi lalat dewasa berdasarkan kunci identifikasi.
Sebagian contoh, pada mayat ditemukan larva Chrysomyia megacephala stadium III. Stadium tersebut menunjukan bahwa larva lalat telah berumur 6 hari, berarti mayat tersebut minimal telah mati selama 6 hari.

Daftar pustaka
Faust, Beaver, Jung. Animal Agents and Vectors of Human Disease. Philadelphia : Lea and Febiger, 1973.
Gordon , Lavopierre. Entomology for Students of medicine. Oxford and Edinburgh: Blackwell Scientific Publications ; 1972.
Greenberg B. Forensic entromology case studies. Bull Entomol 2000;45:55-81.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar